Bahan peledak
diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya menjadi bahan peledak mekanik,
kimia dan nuklir seperti terlihat pada Gambar 1.1 (J.J. Manon, 1978). Karena
pemakaian bahan peledak dari sumber kimia lebih luas dibanding dari sumber
energi lainnya, maka pengklasifikasian bahan peledak kimia lebih intensif
diperkenalkan. Pertimbangan pemakaiannya antara lain, harga relatif murah,
penanganan teknis lebih mudah, lebih banyak variasi waktu tunda (delay time) dan dibanding nuklir tingkat
bahayanya lebih rendah. Oleh sebab itu modul ini hanya akan memaparkan bahan
peledak kimia.
Gambar 1.1. Klasifikasi
bahan peledak menurut J.J. Manon (1978)
Bahan peledak permissible dalam klasifikasi
di atas perlu dikoreksi karena saat ini bahan peledakan tersebut sebagian besar
merupakan bahan peledak kuat. Bahan peledak permissibledigunakan khusus untuk memberaikan batubara ditambang
batubara bawah tanah dan jenisnya adalah blasting agent yang tergolong bahan peledak kuat, sehingga
pengkasifikasian akan menjadi seperti dalam Gambar 1.2.
Sampai saat ini terdapat
berbagai cara pengklasifikasian bahan peledak kimia, namun pada umumnya
kecepatan reaksi merupakan dasar pengklasifikasian tersebut. Contohnya antara
lain sebagai berikut:
1.
Menurut R.L. Ash (1962),
bahan peledak kimia dibagi menjadi:
1.
Bahan peledak kuat (high explosive) bila memiliki sifat
detonasi atau meledak dengan kecepatan reaksi antara 5.000 – 24.000 fps (1.650
– 8.000 m/s)
2.
Bahan peledak lemah (low explosive) bila memiliki sifat
deflagrasi atau terbakar kecepatan reaksi kurang dari 5.000 fps (1.650 m/s).
Gambar 1.2. Klasifikasi
bahan peledak
1.
Menurut Anon (1977), bahan
peledak kimia dibagi menjadi 3 jenis seperti terlihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Klasifikasi
bahan peledak menurut Anon (1977)
JENIS
|
REAKSI
|
CONTOH
|
Bahan
peledak lemah (low explosive)
|
Deflagrate(terbakar)
|
black
powder
|
Bahan
peledak kuat (high explosive)
|
Detonate(meledak)
|
NG, TNT,
PETN
|
Blasting agent
|
Detonate(meledak)
|
ANFO,
slurry, emulsi
|
Peledakan akan memberikan
hasil yang berbeda dari yang diharapkan karena tergantung pada kondisi
eksternal saat pekerjaan tersebut dilakukan yang mempengaruhi kualitas bahan
kimia pembentuk bahan peledak tersebut. Panas merupakan awal terjadinya proses
dekomposisi bahan kimia pembentuk bahan peledak yang menimbulkan pembakaran,
dilanjutkan dengan deflragrasi dan terakhir detonasi. Proses dekomposisi bahan
peledak diuraikan sebagai berikut:
a) Pembakaran adalah
reaksi permukaan yang eksotermis dan dijaga keberlangsungannya oleh panas yang
dihasilkan dari reaksi itu sendiri dan produknya berupa pelepasan gas-gas.
Reaksi pembakaran memerlukan unsur oksigen (O2) baik yang terdapat
di alam bebas maupun dari ikatan molekuler bahan atau material yang terbakar.
Untuk menghentikan kebakaran cukup dengan mengisolasi material yang terbakar
dari oksigen. Contoh reaksi minyak disel (diesel oil) yang terbakar sebagai berikut:
CH3(CH2)10CH3 + 18½ O2 ® 12 CO2 + 13 H2O
b) Deflagrasi adalah
proses kimia eksotermis di mana transmisi dari reaksi dekomposisi didasarkan
pada konduktivitas termal (panas). Deflagrasi merupakan fenomena reaksi
permukaan yang reaksinya meningkat menjadi ledakan dan menimbulkan gelombang kejut (shock wave) dengan kecepatan rambat rendah, yaitu antara 300 –
1000 m/s atau lebih rendah dari kecep suara (subsonic). Contohnya pada reaksi peledakanlow
explosive (black powder) sebagai berikut:
v
Potassium nitrat + charcoal + sulfur
20NaNO3 + 30C + 10S ® 6Na2CO3 + Na2SO4 + 3Na2S +14CO2 + 10CO + 10N2
v
Sodium nitrat + charcoal + sulfur
20KNO3 + 30C + 10S ® 6K2CO3 + K2SO4 + 3K2S +14CO2+10CO + 10N2
c) Ledakan, menurut Berthelot, adalah ekspansi seketika yang cepat
dari gas menjadi bervolume lebih besar dari sebelumnya diiringi suara keras dan
efek mekanis yang merusak. Dari definisi tersebut dapat tersirat bahwa ledakan
tidak melibatkan reaksi kimia, tapi kemunculannya disebabkan oleh transfer
energi ke gerakan massa yang menimbulkan efek mekanis merusak disertai panas
dan bunyi yang keras. Contoh ledakan antara lain balon karet ditiup terus akhirnya
meledak, tangki BBM terkena panas terus menerus bisa meledak, dan lain-lain.
d) Detonasi adalah proses
kimia-fisika yang mempunyai kecepatan reaksi sangat tinggi, sehingga
menghasilkan gas dan temperature sangat besar yang semuanya membangun ekspansi
gaya yang sangat besar pula. Kecepatan reaksi yang sangat tinggi tersebut
menyebarkan tekanan panas ke seluruh zona peledakan dalam bentuk gelombang
tekan kejut (shock compression wave) dan
proses ini berlangsung terus menerus untuk membebaskan energi hingga berakhir
dengan ekspansi hasil reaksinya. Kecepatan rambat reaksi pada proses detonasi
ini berkisar antara 3000 – 7500 m/s. Contoh kecepatan reaksi ANFO sekitar 4500
m/s. Sementara itu shock compression wavemempunyai daya dorong sangat tinggi dan mampu merobek retakan yang sudah
ada sebelumnya menjadi retakan yang lebih besar. Disamping itu shock
wave dapat menimbulkan symphatetic
detonation, oleh sebab itu peranannya sangat
penting di dalam menentukan jarak aman (safety distance) antar lubang. Contoh proses detonasi terjadi pada
jenis bahan peledakan antara lain:
v
TNT : C7H5N3O6 ® 1,75 CO2 + 2,5 H2O + 1,5 N2 + 5,25 C
v
ANFO : 3 NH4NO3 + CH2 ® CO2 + 7 H2O + 3 N2
v
NG : C3H5N3O9 ® 3 CO2 + 2,5 H2O + 1,5 N2 + 0,25 O2
v
NG + AN : 2 C3H5N3O9 + NH4NO3 ® 6 CO2 + 7 H2O + 4 N4 + O2
Dengan mengenal reaksi
kimia pada peledakan diharapkan peserta akan lebih hati-hati dalam menangani
bahan peledak kimia dan mengetahui nama-nama gas hasil peledakan dan bahayanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar