Rabu, 05 Juni 2013

BANJIR, PENGALAMAN BANGLADESH

Banjir adalah bahaya yang sebetulnya sangat mungkin bisa diatasi. Ada dua hal yang dapat menjustifikasi pernyataan tersebut. Pertama, banjir adalah jenis bahaya yang dapat diprediksi. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dan Sistem Informasi Manajemen Bencana Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Simba Lapan), misalnya, jauh-jauh hari telah memberikan peringatan dini akan bahaya banjir melalui media.
Kedua, banjir adalah bahaya yang bukan terjadi karena faktor hidrometeorologis saja dengan curah hujan yang tinggi, tetapi ditentukan faktor kualitas lingkungan. Rumus banjir adalah curah hujan yang tinggi ditambah kualitas lingkungan. Untuk curah hujan yang tinggi, sifatnya taken for granted. Tidak bisa diutak-atik oleh kita.
Bangladesh memiliki 230 sungai. Sebanyak 57 di antaranya adalah sungai internasional (sungainya lintas negara). Tiga sungai lintas batas yang besar yakni Sungai Gangga, Brahmanaputra, dan Meghna, hanya 7% dari daerah tangkapan airnya yang berada di Bangladesh. Sungai-sungai utama panjangnya mulai dari 500 hingga 2.500 km dengan lebar berkisar dari 1 hingga 20 km dengan tingkat kemiringan yang sangat datar.
Banjir di Bangladesh terbagi menjadi dua tipe, banjir rutin atau barsha yang menggenangi hingga 20% wilayah Bangladesh dan banjir frekuensi rendah dengan besaran tinggi, dikenal dengan sebutan bonna, yang dapat menggenangi lebih dari 35% wilayah Bangladesh.
Penanganan banjir di Bangladesh dibagi empat hal. Pertama dari strategi mitigasi dan manajemen banjir. Awalnya, strategi penanganan banjir di Bangladesh dititikberatkan pada langkah-langkah struktural berupa projek skala besar pengontrol banjir, drainase, dan irigasi. Kemudian disadari hal semacam itu selain membutuhkan dana sangat besar, juga memerlukan waktu lama .
Oleh karenanya, kemudian dialihkan pada pembangunan pengontrol banjir, drainase, dan irigasi skala kecil dan sedang. Sejak 960, sekitar 628 projek skala kecil, sedang, dan besar dari pengontrol banjir, drainase, dan irigasi telah diimplementasikan di Bangladesh. Infrastruktur tersebut diharapkan dapat melindungi 5,37 juta hektare tanah mencakup 35% total wilayah Bangladesh.
Mitigasi struktural saja, ternyata tidak dapat mengatasi banjir. Bahkan, beberapa infrastruktur yang dibangun mengalami kerusakan karena erosi dan bobol seperti halnya Bendungan Gumti di Etbapur banjir 1999.
Langkah-langkah nonstruktural seperti prakiraan banjir dan peringatan dini akhirnya dilakukan. Sistem peringatan dini dan prakiraan banjir Bangladesh dibuat 1970, dimodernisasi 1996, dan kemudian 2000. Sistem tersebut saat ini mencakup semua daerah rawan banjir di Bangladesh. Terdiri dari 85 stasiun pemantau banjir yang menyajikan informasi banjir real time dan peringatan dini dengan waktu persiapan 24-48 jam.
Pelibatan masyarakat dalam manajemen banjir pun dilakukan. Ada hal menarik di Bangladesh ini. Filosofi bagaimana untuk hidup bersama risiko banjir pun muncul berkembang di masyarakat. Ini tidak terlepas dari "kesadaran kolektif" masyarakat Bangladesh bahwa justru banjir memberikan dampak positif tersendiri bagi kesuburan lahan pertanian mereka.

Kedua, instrumen hukum dalam manajemen dan banjir, dibuat dengan terbitnya berbagai macam regulasi, yang kemudian diintegrasikan dalam National Water Code. Pengembangan sistem pengumpulan data hidrologis pun dibangun dengan data selama kurun waktu 40 tahun terakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar