bukan cuma Jakarta
yang kebagian banjir, Tokyo - ibukota Jepang pun pernah mengalaminya. Bedanya
jargon Flood Fighting
mereka cukup ampuh menjadikan kota ini merdeka dari banjir. Dalam kurun waktu
1945 -1959 bencana banjir, taifun, gempabumi, tsunami telah banyak menelan
ribuan korban jiwa di Jepang. Lewat era tersebut angka kematian mampu
dikendalikan seminimal mungkin. Taifun Ise-wan tahun 1950-an menembus angka
kematian 7000 jiwa dengan tingkat kerugian 3.3 triliun Yen. Tahun 2000 saat
Banjir Tokai terjadi penurunan jumlah korban meninggal hanya 100 jiwa dengan
kerugian 2 triliun yen.
Sebagai pengecualian
masih didapati adanya anomaly
yang sangat siginifikan seperti gempa Kobe 1995 dan masih didapati dampak luas
banjir di Nagoya dalam bulan September 2000. Lazimnya frekuensi banjir terjadi
5 kali dalam kurun waktu 1990 -1999. Berkurangnya lahan hutan, sungai dan danau
serta daerah resapan air dikarenakan dampak luas area limpahan banjir. Terlebih
lagi jumlah presipitasi curah hujan di Jepang tergolong tinggi 1.714 mm/tahun
dibanding Australia, Amerika Serikat, Saudi Arabia, Perancis, Inggris dan
negara-negara dunia lainnya pada musim penghujan dan badai. Bulan Juni -
Oktober pertahunnya musim banjir di Tokyo mencapai curah hujan 1.405 mm
mengalahkan Paris 648 mm dan San Fransisco 305 mm.
Banjir di
wilayah Jepang juga dipengaruhi oleh jumlah dan panjang sungai terlebih lagi
bila dikaitkan dengan lama genangan dan kecepatan limpasan banjir per unit
catchment area. Tahun 1953 Banjir Sungai Chikugo seluas 1.440 km2 terjadi
dengan kecepatan aliran 6 m3/sec/km2. Terdapat 3 sungai utama Tokyo; Edo-gawa,
Ara-kawa, dan Sumida yang mempunyai percabangan sungai membelah bagian kota.
Tetapi Jepang
bukanlah negara yang mudah menyerah dengan banyak ragamnya bencana, mulai
banjir, taifun, kebakaran, gempa bumi dan tsunami. Dengan "Familiarizing with the blessing of
nature, and compromising with the treaths of nature" (Prof.
Hitoshi Ieda), bangsa Jepang menjadi begitu akrab dengan bencana bahkan
menikmatinya, "We are
lucky feeling the earthquake" (Prof. Furumura). Sehingga wajar
lahir generasi brilian yang ahli dalam bidang-bidang penanganan bencana dengan
membaca fenomena alam dan menganalisisnya dengan teori-teori empirik.
Flood Fighting
Selain itu ciri khas
Jepang sebagai negara berteknologi tinggi juga cukup menonjol perannya dalam
penanganan bencana ini. Jaringan komunikasi radio pusat dan daerah terhubung
secara organisatoris - tidak berdiri sendiri-sendiri. NTT (Nippon Telegraph and Telephone)
dan NHK (Nippon Broadcasting
Corporation) menjadi media pelayanan masyarakat cuma-cuma,
mengesampingkan keuntungan dan popularitas untuk sementara waktu. Sehinga
ketika banjir atau gempa bumi terjadi, masyarakat bisa menikmati telepon gratis
untuk menghubungi keluarganya.
Visualisasi data image
terkini dari teleconfrence helicopter, sungai, jembatan, dan jalan (CCTV) terus
terkoneksi secara real time melalui satelit komunikasi terrestrial dan
diberitakan lewat televisi nasional. Info banjir meliputi : waktu normal dengan
peta bencana sebagai tahap persiapan, dan waktu darurat dengan status siaga dan
perkiraan turun hujan, kenaikan ketinggian banjir, peringatan dan evakuasi.
Selanjutnya seluruh komponen teknis tanggap darurat beraksi terdiri dari
kendaraan evakuasi, ambulan, helicopter, dan tim-tim penolong (rescue).
Penanganan integrasi
Flood Control meliputi :
1. Perbaikan Sungai
Perbaikan saluran irigasi (tanggul/embankment, pengerukan dasar sungai/dredging), kontruksi ketahanan daerah cekungan dan saluran limpahan banjir.
1. Perbaikan Sungai
Perbaikan saluran irigasi (tanggul/embankment, pengerukan dasar sungai/dredging), kontruksi ketahanan daerah cekungan dan saluran limpahan banjir.
2. Penanggulangan
kerusakan
Pelaksanaanya dilakukan di tiga area :
a. Area penahan (retention) : perbaikan kontrol distrik urbanisasi, konservasi alam, promosi gerakan penghijauan, kontruksi daerah cekungan, instalasi trotoar yang mampu menyerap limpasan air, dan mesin penyedot air.
b. Area pemelihara (detention) : pelestarian zona bebas urban, pengawasan lahan, promosi lahan hijau.
c. Area rendah (rawan banjir): pembuatan fasilitas drainase, pembuatan fasilitas cadangan bahan pangan, sandang kebutuhan darurat bencana, mendorong penggunaan bangunan tahan air (floodproof).
Pelaksanaanya dilakukan di tiga area :
a. Area penahan (retention) : perbaikan kontrol distrik urbanisasi, konservasi alam, promosi gerakan penghijauan, kontruksi daerah cekungan, instalasi trotoar yang mampu menyerap limpasan air, dan mesin penyedot air.
b. Area pemelihara (detention) : pelestarian zona bebas urban, pengawasan lahan, promosi lahan hijau.
c. Area rendah (rawan banjir): pembuatan fasilitas drainase, pembuatan fasilitas cadangan bahan pangan, sandang kebutuhan darurat bencana, mendorong penggunaan bangunan tahan air (floodproof).
3. Penanggulangan
(mitigasi) bencana
Terdiri dari : peresmian sistem peringatan dan evakuasi bencana, perluasan sistem flood-fighting yang telah ada, mendorong penggunaan bangunan floodproof, penyebaran informasi sesama warga setempat sekaligus membentuk komunitas bersama warga sadar bencana banjir, pengendalian lingkungan (pembuangan sampah) agar tidak mengganggu jalannya saluran air, dan publikasi area peta historis inundasi (kenaikan air mencapai daratan).
Terdiri dari : peresmian sistem peringatan dan evakuasi bencana, perluasan sistem flood-fighting yang telah ada, mendorong penggunaan bangunan floodproof, penyebaran informasi sesama warga setempat sekaligus membentuk komunitas bersama warga sadar bencana banjir, pengendalian lingkungan (pembuangan sampah) agar tidak mengganggu jalannya saluran air, dan publikasi area peta historis inundasi (kenaikan air mencapai daratan).
Informasi yang
dipaparkan dalam peta bencana (Hazard
Map) meliputi : perkiraan ketinggian banjir, rute dan tempat-tempat
evakuasi, tips panduan evakuasi, infromasi penting (telepon kantor pemerintah,
rumah sakit, lembaga terkait), instruksi penyelamatan, pengetahuan bencana dan
sejarah bencana yang pernah terjadi di daerah itu.
Sebelum adanya
pembangunan kota hampir semua limpahan hujan meresap ke tanah atau juga
tersimpan di dalam tanah-tanah permukaan (air
aquifer). Alhasil limpahan air hujan (run-off) bisa tereduksi. Namun sesudah era
pembangunan kota, tanah permukaan berubah menjadi beton (konkrit), dan aspal.
Hutan habis dan vegetasi berkurang berakibat run-off demikian besar tak
terkendali memperburuk dampak kerusakan genangan banjir. Selama taifun tahun
1993 ketinggian air Sungai Kanda naik hingga beberapa meter. Stasiun KA (eki)
Hakata pada tanggal 19 Juli 2003 terendam banjir sampai menutupi Subway
dibawahnya. MILT telah membuat konsep mentransmisikan informasi pada
orang-orang yang sedang berada di area bawah tanah untuk bersegera menuju
permukaan atau tempat-tempat tinggi ketika perkiraan bahaya banjir terdeteksi.
Konsep komprehensif
Flood Control adalah bagaimana mengalirkan segera aliran limpahan bajir menuju
daerah yang lebih rendah. Dari daerah pegunungan dan perbukitan diinfiltrasikan
ke danau atau tanah bawah permukaan, begitu pula perumahan dan gedung-gedung di
kota melimpahkan ke tempat rendah reservoir air yang telah teregulasi dengan
baik.
Kata kunci dari
program ini adalah tanggung jawab, keputusan, dan aksi nyata saat becana
terjadi. Kesemuanya ditanggung bersama oleh pemerintah pusat (nation),
provinsi/daerah (prefecture), kota (municipality) dan warga (resident). Tapi
pelaksana dari flood fighting ini terletak pada pemerintah kota beserta
masyarakatnya.
Pemerintah pusat dan
provinsi bertindak sebagai forecaster yang memantau dan mengontrol
daerah-daerah rawan banjir dan memberi peringatan serta pembinaan disamping
support kepada daerah. Daerah selanjutnya mengerahkan warganya dalam hal
evakuasi dan latihan (drill) sesuai intruksi yang diberikan aparat kota.
Pemerintah kota (pemkot) juga bekerja sama dengan relawan dan LSM memberi
bantuan dana dan tenaga dan evakuasi terhadap warga. Seperti yang pernah
dilakukan bersama relawan dan pemkot saat memperbaiki tepi sungai menggunakan
karung-karung pasir. Warga setempat juga diupayakan terlatih dalam usaha
preventif penanganan krisis sehingga tanggap dalam merespon informasi dan
melakukan penyelamatan diri darurat saat bencana terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar