Jawaban
teologi menyangkut lingkungan adalah harmoni hubungan manusia dan alam sekitar.
Agama Buddha, Tao, Konfusianisme, dan Shinto, menganggap alam sebagai sakral.
Buddha
mengatakan pepohonan dan bumi memiliki semangat Buddha, yaitu kehidupan. Tao
mengajarkan hubungan harmonis manusia dan alam. Konfusius menekankan langit dan
bumi dinamakan orang tua agung yang memberi kehidupan dan kebutuhan hidup.
Dalam
Islam, manusia harus menghargai nilai air sebagai bagian dari struktur
keimanan. Dalam sejarah Islam, praktik harim dan hima (tanah yang
dilindungi, yang kosong dari bangunan) mencerminkan sikap melindungi lingkungan
dan meregulasi penggunaan sarana publik demi kelestarian lingkungan, agar
terhindar dari penyalahgunaan dan eksploitasi berlebihan.
Islam
juga menekankan, hubungan manusia dan tanah bukan bersifat penguasaan dan
dominasi, tetapi pemanfaatan yang terkendali (guided utilisation).
Pengembangan tanah (land development) harus sesuai dengan tatanan yang
lebih luas dan dalam kerangka kepentingan publik (maslahah). Kepemilikan
tanah dan tempat tinggal rakyat juga bukan merupakan exclusive privilege
yang tanpa reserve.
Dalam
Islam, ada prinsip "jangan merusak" (la darara wa la dirara),
prinsip taskhir (wewenang menggunakan alam guna mencapai tujuan
penciptaan) dan prinsip istikhlaf (wakil Tuhan di bumi yang bertanggung
jawab, responsible trusteeship). Ziauddin Sardar lebih jauh
menggabungkan prinsip-prinsip tauhid, khilafah, amanah, halal, dan
haram, dengan keadilan, moderasi, keseimbangan, harmoni, istihsan (preference
for the better) dan istislah (public welfare).
Parvez
merangkum teologi ekologinya menjadi tauhid, khilafah, amanah, syariat,
keadilan, dan moderasi. Sementara Sayyed Hossein Nasr menekankan prinsip
keseimbangan (equilibrium). Pemikiran teologis ini bermuara pada satu
pesan, living in harmony with nature.
Hubungan
manusia dan lingkungan dilihat sebagai bagian dari hubungan interaktif antara
semua ciptaan Tuhan, yang dibentuk berdasarkan prinsip berserah diri kepada
Tuhan yang sama. Berserah diri tidak semata-mata praktik ritual, karena kebaktian
bersifat simbolik. Kesadaran manusia akan kehadiran Tuhan harus dibuktikan
melalui perbuatan nyata dalam hubungannya dengan sesama manusia dan alam
sekitar.
Begitu banyak bencana alam dan degradasi lingkungan disebabkan
ketidaktahuan dan kelalaian kita tentang tuntunan agama. Kita tidak sadar bahwa
konservasi lingkungan adalah kewajiban agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar