Untuk membangkitkan
kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, proses yang paling
penting dan harus dilakukan adalah dengan menyentuh hati. Jika proses
penyadaran telah terjadi dan perubahan sikap dan pola pikir terhadap lingkungan
telah terjadi, maka dapat dilakukan peningkatan pengetahuan dan pemahaman mengenai
lingkungan hidup, serta peningkatan keterampilan dalam mengelola lingkungan
hidup
Pendidikan Lingkungan
Hidup: dalam buku catatan
Pada jenjang
pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata
ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif
dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah
kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak
tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup
telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP
dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No
Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan
Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong pengembangan dan
pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara
lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan
Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain.
Sementara itu, LSM maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan
lingkungan hidup melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran
guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi,
buku-buku bacaan dan lain-lain.
Pendidikan Lingkungan
Hidup: bahan dasar yang dilupakan
Pendidikan lingkungan
Hidup (environmental education - EE) adalah suatu proses untuk membangun
populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total
(keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang
memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta
komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif ,
untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah
timbulnya masalah baru [UN - Tbilisi, Georgia - USSR (1977) dalam Unesco,
(1978)]
PLH
memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan
untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan
afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru
perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan
internalisasi nilai-nilai. Dalam PLH perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa
dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut
oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the
fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena
itu, PLH perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan
yang dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
Beberapa ketrampilan
yang diperlukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini.
- Berkomunikasi: mendengarkan,
berbicara di depan umum, menulis secara persuasive, desain grafis;
- Investigasi (investigation):
merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data;
- Ketrampilan bekerja dalam
kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan
kerjasama.
Pendidikan lingkungan
hidup haruslah:
- Mempertimbangkan lingkungan
sebagai suatu totalitas — alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial
(ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
- Merupakan suatu proses yang
berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra
sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal;
- Mempunyai pendekatan yang
sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik
dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan
yang holistik dan perspektif yang seimbang.
- Meneliti (examine) issue
lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan
internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi
lingkungan di wilayah geografis yang lain;
- Memberi tekanan pada situasi
lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan
memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;
- Mempromosikan nilai dan pentingnya
kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan
masalah-masalah lingkungan;
- Secara eksplisit
mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana
pembangunan dan pertumbuhan;
- Memampukan peserta didik untuk
mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi
kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi
dari keputusan tersebut;
- Menghubungkan (relate) kepekaan
kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan
klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda
(tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan
lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;
- Membantu peserta didik untuk
menemukan (discover), gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
- Memberi tekanan mengenai
kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk
berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
- Memanfaatkan beraneka ragam
situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam
pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada
kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara
langsung (first - hand experience).
telah ditetapkan 3
(tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Ketiga pilar tersebut
merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling
memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :
- Pilar Ekonomi: menekankan pada
perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup
sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi
yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih,
Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan,
Pertambangan, Industri, dan Perdagangan
- Pilar Sosial: menekankan pada upaya-upaya
pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau
materi yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan,
Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan,
Masyarakat terasing/terpencil, Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan
Hukum dan pengawasan
3. Pilar Lingkungan: menekankan pada
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi
yang berkaitan adalah: Pengelolaan sumberdaya air, Pengelolaan sumberdaya
lahan, Pengelolaan sumberdaya udara, Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir,
Energi dan sumberdaya mineral, Konservasi satwa/tumbuhan langka, Keanekaragaman
hayati, dan Penataan ruang
Pendidikan Lingkungan
Hidup: terjerumus di jurang pembebanan baru
Dunia pendidikan
sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan
sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi,
daya pikir dan daya nalar serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem
pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut hanyalah akan menciptakan
keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan
menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di bawah ketiak bangsa asing.
Pada dua tahun
terakhir, PLH di Kalimantan Timur sangatlah berjalan perlahan ditengah hiruk
pikuk penghabisan kekayaan alam Kaltim. Inisiatif-inisiatif baru bermunculan.
Kota Balikpapan memulai, dengan dibantu oleh Program Kerjasama Internasional,
lahirlah kurikulum pendidikan kebersihan dan lingkungan yang menjadi salah satu
muatan lokal. Diikuti kemudian oleh Kabupaten Nunukan. Sementara saat ini
sedang dalam proses adalah Kota Samarinda, Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan.
Kesemua wilayah ini terdorong ke arah ?jurang? hadirnya muatan lokal beraroma
pendidikan lingkungan hidup.
Tak ada yang salah
dengan muatan lokal. Namun sangat disayangkan dalam proses-proses yang
dilakukan sangat meninggalkan prinsip-prinsip dari Pendidikan Lingkungan Hidup
itu sendiri. Nuansa hasil yang berwujud (buku, modul, kurikulum), sangat terasa
dalam setiap aktivitas pembuatannya. Perangkat-perangkat pendukung masih sangat
jauh mengikutinya.
Pendidikan Lingkungan
Hidup hari ini, bisa jadi mengulang pada kejadian beberapa tahun yang lalu,
ketika PKLH mulai diluncurkan. Statis, monolitik, membunuh kreatifitas.
Prasyarat yang belum mencukupi yang kemudian dipaksakan, berakhir pada frustasi
berkelanjutan.
Sangat penting
dipahami, bahwa pola Cara Belajar Siswa Aktif, Kurikulum Berbasis Kompetensi,
dan berbagai teknologi pendidikan lainnya yang dikembangkan, kesemuanya
bermuara pada kapasitas seorang guru. Kemampuan berekspresi dan berkreasi
sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Bila
tidak, lupakanlah.
Demikian pula dengan
PLH, sangat dibutuhkan kapasitas guru yang mampu membangitkan kesadaran kritis.
Bukan sekedar untuk memicu kreatifitas siswa. Kesadaran kritis inilah yang
akhirnya akan tereliminasi disaat PLH diperangkap dalam kurikulum muatan lokal.
Siswa akan kembali berada dalam ruang statis, mengejar nilai semu, dan
memperoleh pembebanan baru.
Pendidikan Lingkungan
Hidup: duduk, diam, dan bercerminlah
Sejak 2001, disaat
pertama kali kawan-kawan pegiat PLH di Kaltim berkumpul, telah lahir berbagai
gagasan dan agenda yang harus diselesaikan. Namun karena bukan menjadi
PRIORITAS, maka hal ini menjadi bagian yang dilupakan.
Di tahun 2005 ini,
geliat PLH masih bergerak-gerak ditempat. Bagi yang memiliki dana, muatan lokal
menjadi sebuah pilihan, karena akan lebih mudah mengukur indikator
keberhasilannya. Bagi yang tidak memiliki dana, mencoba tertatih-tatih di ruang
sempit untuk tetap berjalan sesuai dengan cita-cita sebenarnya dari PLH, yaitu
membangun generasi yang memiliki KESADARAN KRITIS sampai akhirnya mencapai
tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni ?KESADARANNYA KESADARAN?.
Kepentingan untuk
PERCEPATAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP, haruslah dimaknai bukan untuk
mengELIMINASI pondasi dasar PLH. Tidak kokohnya pondasi akan mengakibatkan
kehancuran sebuah bangunan, semewah apapun ia. Kehausan akan target proyek,
capaian indikator, pekerjaan, hanya akan menjadikan PLH sebagai sebuah obyek
mainan baru, bukan lagi sebagai sebuah nilai yang sedang dibangun bagi generasi
kemudian negeri ini.