Senin, 20 Mei 2013

FAKTOR KUNCI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH (PERSPEKTIF TENTANG LIMBAH)


02. PERSPEKTIF TENTANG LIMBAH
Pemecahan permasalahan seringkali bergantung pada bagaimana cara kita memandang permasalahan tersebut. Hal ini juga berlaku bagi permasalahan limbah. Ada banyak perpektif tentang limbah, apakah itu perspektif pelaku industri, ahli lingkungan, masyarakat, atau pemerintah. Alangkah baiknya bila kita mengenali berbagai perspektif yang timbul berkenaan dengan limbah tersebut. Pada gilirannya, perspektif tentang limbah tersebut akan menimbulkan sebuah reaksi. Sehingga lahirlah berbagai alat (tools) atau pendekatan untuk mengelola limbah, didasarkan atas persepsi tentang limbah tersebut.

Setidaknya ada delapan perspektif tentang limbah yang dapat diidentifikasi, yaitu :
  1. Limbah sebagai limbah. Limbah kadang dipandang sebagai limbah itu sendiri, dan dianggap sebagai sesuatu yang 'tidak terpakai' lagi. Reaksi yang muncul atas persepsi ini adalah pendekatan end-of-pipe, yaitu mengelola limbah setelah limbah tersebut timbul. Perlakuan yang dilakukan terhadap limbah adalah membuangnya atau mengolahnya. Pendekatan ini telah memberikan beban biaya bagi perusahaan.
  2. Limbah sebagai suatu kerusakan (defect). Limbah dipandang sebagai kerusakan dalam proses produksi. Untuk memperbaikinya diperluaslah konsep zero defects dalam Total Quality Management (TQM). Dalam konsep ini limbah, yang dianggap sebagai suatu kerusakan dan ketidakefisienan, dicegah sebelum timbul. Konsep pencegahan pencemaran (pollution prevention) adalah reaksi yang paling dekat dengan persepsi limbah sebagai defect ini. Eliminasi material beracun dan sulit dikelola, menggunakan proses yang tepat, dan mengeliminasi proses yang tidak perlu adalah dasar dari pendekatan pencegahan pencemaran.
    Alat-alat TQM seperti pareto chart, cause-effect diagrams, dan continuous improvement diterapkan untuk memecahkan permasalahan limbah, sehingga muncullah sebuah pendekatan baru, yaitu Total Quality Environmental Management.
  3. Limbah sebagai issue kesehatan masyarakat. Limbah dan bahan kimia dipandang divonis sebagai sesuatu yang membahayakan kesehatan masyarkat dan lingkungan. Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah pengurangan resiko penggunaan bahan beracun serta mengeliminasi pencemar yang bersifat persisten dan bioakumulatif. Pendekatan yang muncul adalah Precautionary Principles.
  4. Limbah sebagai biaya tak terakuntansi. Limbah dianggap sebagai biaya tersembunyi (hidden cost) dalam overhead perusahaan. Untuk mengatasinya, dikembangkanlah pendekatan untuk mengeksplisitkan seluruh biaya yang timbul dalam bisnis. Alat yang muncul adalah Total Cost Accounting.
  5. Limbah sebagai kesalahan perancangan (design). Perspektif ini cukup proaktif, karena memandang bahwa kehadiran limbah seharusnya sudah terdeteksi sejak tahap desain. Baik limbah itu timbul dari material, proses produksi, pemakaian, maupun pembuangan. Diintegrasikanlah desain dengan lingkungan, yang memunculkan sebuah pendekatan baru, yaitu Design for Environment (DfE). Dalam penerapnnya, Design for Environment ini banyak menggunakan pendekatan analisis daur hidup (life cycle analysis).
  6. Limbah sebagai kesalahan manajemen. Pandangan ini menganggap perlunya limbah diintegrasikan ke dalam proses bisnis. Pandangan ini diterima sangat luas di dunia. Munculah ISO 14001 (Environmental Management System) yang berlaku di seluruh dunia dan EMAS (Eco-Management and Auditing Scheme) yang berlaku di Eropa.
  7. Limbah sebagai produk yang tidak terwujudkan. Industri dianggap sebagai bagian dari ekosistem industri. Seperti suatu ekosistem yang umumnuya membentuk suatu loop, maka pendekatan yang dilakukan adalah menutup loop. Penutupan dilakukan dengan daur ulang, daur pakai, dan penggunaan limbah energi. Pendekatn yang menyertai persepsi ini adalah industrial ecology, yang mengkaji aliran material dan energi dalam aktivitas industri dan konsumen serta mengkaji dampaknya terhadap seluruh aspek lingkungan.
  8. Limbah sebagai issue moral. Sebagai issue moral, limbah dikaitkan dengan keberlanjutan tersedianya sumberdaya untuk generasi mendatang. Pemeliharaan dan perbaikan kualitas lingkungan adalah salah satu sasarannya. Pendekatan moral ini cukup diterima oleh kalangan bisnis sebagai 'operational value'. Pendekatan yang muncul adalah Sustainable Development. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar