Abstrak
Meningkatnya kadar CO2 di atmosfer akibat
pembakaran bahan bakar fosil, pengrusakan dan alih fungsi hutan, kegiatan
pertanian, industri dan limbahnya telah meyebabkan pemanasan global.
Semakin tingginya ancaman menurunnya hasil pertanian yang
pada akhirnya mengancam ketahanan pangan.
Kemampuan petani di tingkat lapangan untuk beradaptasi
dengan kondisi ini menjadi sangat penting untuk mengurangi resiko ancaman yang
diakibatkan oleh perubahan iklim.
PENDAHULUAN
Akibat dari pemanasan global yang sering dijumpai petani
Indonesia
adalah
q Kekeringan,
q Banjir,
dan
q Intrusi
air laut,
q Rusaknya
lingkungan
q Praktek
pertanian yang tidak ramah lingkungan
q Meledaknya
serangan hama,
q Salinitas
yang semakin tinggi merupakan akibat dari ancaman di atas.
PERTANIAN ADAPTIF TERHADAP LINGKUNGAN
Kegiatan adaptasi yang dapat dilakukan yaitu
Pemanfaatan
informasi mengenai suhu dan curah hujan dalam menentukan waktu tanam.
Menentukan
jenis tanaman yang sesuai, mempergunakan bibit yang tolerant (misalnya terhadap
kadar garam tinggi &tingkat ketersediaan air ),
Menggunakan
cara pengolahan lahan yang lebih baik, dll.
Kemampuan
petani memperoleh akses modal, akses terhadap informasi dan pelatihan,
Persepsi
petani mengenai perubahan iklim
(Nhemachena, Charles , and Hasan Rashid. 2008).
PERUBAHAN IKLIM
DAN ADAPTASI DI BIDANG PERTANIAN
Di Indonesia 85%
kenaikan CO2 disebabkan oleh alih fungsi lahan
dan kebakaran
hutan (LUCF-Land Use Conversion and Fire).
Secara umum di
Asia terjadi kenaikan suhu sebesar 1oC-3oC.
Diperkirakan di
Indonesia akan mengalami kenaikan suhu
sebesar 0.1oC-
0.3oC per dekade sampai akhir abad 21. Ini
berarti pada
akhir abad ke 21 kenaikan suhu di Indonesia akan
mencapai hingga 3oC.
Data BNPB 2012,
dilaporkan dalam periode waktu 1815-2012
bencana yang
paling sering terjadi yaitu
Banjir (38%),
Puting beliung (18%),
Tanah longsor (16%) dan
Kekeringan (13%).
Adanya perubahan iklim
menjadikan suatu tempat/wilayah memiliki
kondisi ancaman
yang lebih dinamis. Misalnya, suatu desa
yang
tadinya memiliki
ancaman banjir, ke depan berpotensi memiliki
ancaman / bencana
lain dalam rentang waktu yang lebih panjang
atau lebih sering
(Prabakar, et al. 2009).
ADAPTASI DI BIDANG PERTANIAN
Planned Adaptation: Adaptasi Perubahan
Iklim Melalui Sekolah
Lapang Iklim
Projek Climate Field School (CFS) dilakukan
di Indonesia dan
Phililipina. Melibatkan Dinas Pertanian Indramayu,
Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan, BMG, IPB dan ADPC.
Ide utama dari CFS,
Adanya
akses informasi mengenai prakiraan cuaca yang dapat dimengerti dan aplikatif
bagi petani yang disampaikan secara regular dan tepat
Penyebar
luasan praktek pertanian yang adaptif dikalangan petani.
Dengan
tujuan, petani dapat melakukan pemilihan jenis tanaman, waktu penanaman dan
investasi input pertanian yang lebih tepat sesuai dengan informasi prakiraan
cuaca dalam periode waktu tertentu (UNISDR, 2006).
ADAPTASI DI BIDANG PERTANIAN
Autonomous adaptation: Praktek pertanian
yang adaptif di tingkat petani dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
Tingkat
pendidikan petani,
Akses
terhadap informasi
Kunjungan
tenaga tehnis lapangan.
Pemahaman
mengenai perubahan iklim,
Akses
terhadap sumberdaya keuangan/kredit/input pertanian,
Akses
terhadap informasi dan tehnologi yang diperlukan
Tenaga
teknis dapat mempengaruhi tingkat praktek yang adaptif.
(UNISDR, 2006; Idrisa et al, 2012).
HASIL : METODE ADAPTASI YANG DIPILIH OLEH PETANI.
Petani
di daerah yang rendah lebih banyak yang melakukan konservasi lahan, melakukan
penanaman pohon dan mengatur sistim pengairan dibandingkan melakukan
diversifikasi tanaman, sedangkan petani di daerah yang tinggi lebih sedikit
melakukan penanaman pohon.
Terkait
adopsi adaptasi perubahan iklim adalah petani yang tinggal di daerah dengan
suhu tahunan yang lebih tinggi dan petani yang tinggal di daerah dengan curah
hujan yang lebih lebih rendah memiliki kecenderungan melakukan adaptasi
perubahan iklim melalui pemeliharaan lahan, penggunaan tanaman yang lebih
beragam, mengubah waktu tanam, dan melakukan irigasi (Deressa, T.T et al,
2008).
KESIMPULAN
Sektor pertanian merupakan sektor yang rentan terhadap
perubahan iklim. Bahaya banjir, kekeringan, intensitas curah hujan yang tinggi,
naiknya permukaan air laut mengancam produktifitas pertanian. Diperlukan upaya
untuk melakukan pengelolaan resiko bencana akibat perubahan iklim dalam konteks
pertanian.
Bentuk autonomous adaptation yang didukung
oleh planned adaptation dapat menjamin keberlangsungan
pertanian yang adaptif dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang dinamis.
Keterbatasan petani ditingkat lapangan tidak memungkinkan
melakukan prediksi bentuk ancaman dari perubahan iklim yang dinamis dari waktu
ke waktu.
Pemanfaatan teknologi untuk memprediksikan bentuk ancaman
dan pengemasan informasi dalam bentuk yang mudah dimengerti dan operasional
dapat membantu petani dalam menentukan bentuk adaptasi yang dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar