Sabtu, 04 Mei 2013

ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM




Abstrak
Meningkatnya kadar CO2 di atmosfer akibat pembakaran bahan bakar fosil, pengrusakan dan alih fungsi  hutan, kegiatan pertanian, industri dan limbahnya telah meyebabkan pemanasan global.
Semakin tingginya ancaman menurunnya hasil pertanian yang pada akhirnya mengancam ketahanan pangan.
Kemampuan petani di tingkat lapangan untuk beradaptasi dengan kondisi ini menjadi sangat penting untuk mengurangi resiko ancaman yang diakibatkan oleh perubahan iklim.
PENDAHULUAN
Akibat dari pemanasan global yang sering dijumpai petani Indonesia
adalah

q  Kekeringan,
q  Banjir, dan
q  Intrusi air laut,
q  Rusaknya lingkungan
q  Praktek pertanian yang tidak ramah lingkungan
q  Meledaknya serangan hama,
q  Salinitas yang semakin tinggi merupakan akibat dari ancaman di atas.

PERTANIAN ADAPTIF TERHADAP LINGKUNGAN
Kegiatan adaptasi yang dapat dilakukan yaitu
ž  Pemanfaatan informasi mengenai suhu dan curah hujan dalam menentukan waktu tanam.
ž  Menentukan jenis tanaman yang sesuai, mempergunakan bibit yang tolerant (misalnya terhadap kadar garam tinggi &tingkat ketersediaan air ),
ž  Menggunakan cara pengolahan lahan yang lebih baik, dll. 
ž  Kemampuan petani memperoleh akses modal, akses terhadap informasi dan pelatihan,
ž  Persepsi petani mengenai perubahan iklim
(Nhemachena, Charles , and Hasan Rashid.  2008).

PERUBAHAN IKLIM DAN ADAPTASI DI BIDANG PERTANIAN
Di Indonesia 85% kenaikan CO2 disebabkan oleh alih fungsi lahan
dan kebakaran hutan (LUCF-Land Use Conversion and Fire).
Secara umum di Asia terjadi kenaikan suhu sebesar 1oC-3oC.
Diperkirakan di Indonesia akan mengalami kenaikan suhu
sebesar 0.1oC- 0.3oC per dekade sampai akhir abad 21. Ini
berarti pada akhir abad ke 21 kenaikan suhu di Indonesia akan
mencapai hingga 3oC.
Data BNPB 2012, dilaporkan dalam periode waktu 1815-2012
bencana yang paling sering terjadi yaitu
ž  Banjir (38%),
ž  Puting beliung (18%),
ž  Tanah longsor (16%) dan
ž  Kekeringan (13%).
 Adanya perubahan iklim menjadikan suatu tempat/wilayah memiliki
kondisi ancaman yang lebih dinamis. Misalnya, suatu  desa yang
tadinya memiliki ancaman banjir, ke depan berpotensi memiliki
ancaman / bencana lain dalam rentang waktu yang lebih panjang
atau lebih sering (Prabakar, et al. 2009).

ADAPTASI DI BIDANG PERTANIAN
Planned Adaptation: Adaptasi Perubahan Iklim Melalui Sekolah
Lapang Iklim
Projek Climate Field School (CFS) dilakukan di Indonesia dan
Phililipina. Melibatkan Dinas Pertanian Indramayu, Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan, BMG, IPB dan ADPC. 
Ide utama dari CFS,
ž  Adanya akses informasi mengenai prakiraan cuaca yang dapat dimengerti dan aplikatif bagi petani yang disampaikan secara regular dan tepat
ž  Penyebar luasan praktek pertanian yang adaptif dikalangan petani.
ž  Dengan tujuan, petani dapat melakukan pemilihan jenis tanaman, waktu penanaman dan investasi input pertanian yang lebih tepat sesuai dengan informasi prakiraan cuaca dalam periode waktu tertentu (UNISDR, 2006).

ADAPTASI DI BIDANG PERTANIAN
Autonomous adaptation: Praktek pertanian yang adaptif di tingkat petani dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
ž  Tingkat pendidikan petani,
ž  Akses terhadap informasi
ž  Kunjungan tenaga tehnis lapangan.
ž  Pemahaman mengenai perubahan iklim,
ž  Akses terhadap sumberdaya keuangan/kredit/input pertanian,
ž  Akses terhadap informasi dan tehnologi yang diperlukan
ž  Tenaga teknis dapat mempengaruhi tingkat praktek yang adaptif.
(UNISDR, 2006; Idrisa et al, 2012).

HASIL : METODE ADAPTASI YANG DIPILIH OLEH PETANI.
ž  Petani di daerah yang rendah lebih banyak yang melakukan konservasi lahan, melakukan penanaman pohon dan mengatur sistim pengairan dibandingkan melakukan diversifikasi tanaman, sedangkan petani di daerah yang tinggi lebih sedikit melakukan penanaman pohon.
ž  Terkait adopsi adaptasi perubahan iklim adalah petani yang tinggal di daerah dengan suhu tahunan yang lebih tinggi dan petani yang tinggal di daerah dengan curah hujan yang lebih lebih rendah memiliki kecenderungan melakukan adaptasi perubahan iklim melalui pemeliharaan lahan, penggunaan tanaman yang lebih beragam, mengubah waktu tanam, dan melakukan irigasi (Deressa, T.T et al, 2008).

KESIMPULAN
Sektor pertanian merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan iklim. Bahaya banjir, kekeringan, intensitas curah hujan yang tinggi, naiknya permukaan air laut mengancam produktifitas pertanian. Diperlukan upaya untuk melakukan pengelolaan resiko bencana akibat perubahan iklim dalam konteks pertanian.
Bentuk autonomous adaptation yang didukung oleh planned adaptation dapat menjamin keberlangsungan pertanian yang adaptif dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang dinamis.  
Keterbatasan petani ditingkat lapangan tidak memungkinkan melakukan prediksi bentuk ancaman dari perubahan iklim yang dinamis dari waktu ke waktu.
Pemanfaatan teknologi untuk memprediksikan bentuk ancaman dan pengemasan informasi dalam bentuk yang mudah dimengerti dan operasional dapat membantu petani dalam menentukan bentuk adaptasi yang dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar