TINJAUAN
TEORITIS
Berdasarkan catatan sejarah, sistem pengelolaan sampah perkotaan (SPSP) pertama kali diperkenalkan di Athena-Yunani pada tahun 320 sebelum Masehi (SM), dimana pemerintah kota mengeluarkan aturan yang melarang masyarakat membuang sampah secara sembarangan. Pada masa itu juga telah dikembangkan suatu sistem sederhana yang mengharuskan para pemilik rumah membersihkan sampah yang ada di depan jalanan rumah mereka. Proses pembuangan akhir juga dilakukan secara sederhana yakni dengan cara menyediakan lokasi pembuangan akhir di luar pagar kota (Britannica, 2006).
Sebagai negara berkembang, perhatian Indonesia terhadap masalah lingkungan pada dasarnya telah cukup baik. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai aturan serta lembaga-lembaga yang kesemuanya bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan serta tercapainya pembangunan berkelanjutan. Bahkan prosedur kerja dalam menjaga keberlanjutan lingkungan ini dituangkan kedalam satu pasal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), yakni pasal 1 ayat 2 (RI, 2009) yang menyebutkan bahwa : “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum”.
Khusus untuk pengelolaan persampahan, Pemerintah RI baru pada tahun 2008 menerbitkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
Berdasarkan catatan sejarah, sistem pengelolaan sampah perkotaan (SPSP) pertama kali diperkenalkan di Athena-Yunani pada tahun 320 sebelum Masehi (SM), dimana pemerintah kota mengeluarkan aturan yang melarang masyarakat membuang sampah secara sembarangan. Pada masa itu juga telah dikembangkan suatu sistem sederhana yang mengharuskan para pemilik rumah membersihkan sampah yang ada di depan jalanan rumah mereka. Proses pembuangan akhir juga dilakukan secara sederhana yakni dengan cara menyediakan lokasi pembuangan akhir di luar pagar kota (Britannica, 2006).
Sebagai negara berkembang, perhatian Indonesia terhadap masalah lingkungan pada dasarnya telah cukup baik. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai aturan serta lembaga-lembaga yang kesemuanya bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan serta tercapainya pembangunan berkelanjutan. Bahkan prosedur kerja dalam menjaga keberlanjutan lingkungan ini dituangkan kedalam satu pasal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), yakni pasal 1 ayat 2 (RI, 2009) yang menyebutkan bahwa : “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum”.
Khusus untuk pengelolaan persampahan, Pemerintah RI baru pada tahun 2008 menerbitkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
PEMBAHASAN
Suatu studi yang dilakukan tentang SPSP di Indonesia memperlihatkan ketidakramahan SPSP tersebut terhadap lingkungan. Hal ini terlihat dari perlakuan sampah tanpa adanya pengelolaan lebih lanjut (open dumping).
Suatu studi yang dilakukan tentang SPSP di Indonesia memperlihatkan ketidakramahan SPSP tersebut terhadap lingkungan. Hal ini terlihat dari perlakuan sampah tanpa adanya pengelolaan lebih lanjut (open dumping).
Kondisi TPA yang buruk dapat menimbulkan
persoalan lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat di sekitar TPA.
Persoalan lingkungan yang sering terjadi seperti pencemaran air (baik air
permukaan maupun air tanah), pencemaran tanah, dan pencemaran udara.
Hal lain yang menarik untuk dicermati dari SPSP yang berlaku saat ini di
Indonesia adalah adanya dua sektor yang terlibat dalam mengelola SP. Kedua
sektor tersebut terdiri dari :
(1) sektor formal (SF) yang menjalankan SPSP. SF formal ini merupakan lembaga yang ditunjuk pemerintah kota untuk mengelola SP ;
(2) sektor informal (SI), yang selama ini dianggap berada di luar SPSP. SI ini terdiri para pemulung dan pengumpul sampah yang mencari nafkah dari komoditi sampah daur ulang (SDU
(1) sektor formal (SF) yang menjalankan SPSP. SF formal ini merupakan lembaga yang ditunjuk pemerintah kota untuk mengelola SP ;
(2) sektor informal (SI), yang selama ini dianggap berada di luar SPSP. SI ini terdiri para pemulung dan pengumpul sampah yang mencari nafkah dari komoditi sampah daur ulang (SDU
Hasil studi yang membuktikan bahwa SP dapat memberikan dampak secara
global disebabkan karena dalam setiap tahapan proses produksinya :
(1) proses ekstrasi dan pengolahan bahan mentah ;
(2) proses pembuatan produk ;
(3) proses penggunaan oleh konsumen ;
(4) produk sampah, ternyata memberikan kontribusi terhadap pemanasan
global melalui emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan pada setiap tahapan
proses produksinya.
Dalam konteks pengelolaan sampah perkotaan di Kota Medan, selain
pengelolaan akhir sampah yang masih dilakukan dengan metode pembuangan terbuka
(open dumping) ternyata dari hasil penelitian terdahulu terdeskripsikan
bahwa SPSP yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota Medan (DKKM) masih belum
efisien dan efektif jika ditinjau secara komprehensif dari berbagai aspek
pengelolaan sampah perkotaan (Rahman, 2004) .
Hasil penelitian tersebut menjelaskan :
(1) persepsi masyarakat terhadap tingkat layanan dan pengelolaan yang
diberikan Dinas Kebersihan Kota Medan (DKKM) dalam menanggulangi sampah
perkotaan masih tidak baik;
(2) prilaku masyarakat dalam mengelola sampah masih rendah serta
(3) terjadinya disparitas income yang cukup signifikan antara SF
(DKKM) dengan SI (pemulung dan pengumpul sampah).
SOLUSI
Suatu studi yang dilakukan tentang SPSP (Sistem Pengelolaan Sampah Perkotaan) di Medan memperlihatkan ketidakramahan SPSP tersebut terhadap lingkungan. Hal ini terlihat dari perlakuan sampah tanpa adanya pengelolaan lebih lanjut (open dumping).
Suatu studi yang dilakukan tentang SPSP (Sistem Pengelolaan Sampah Perkotaan) di Medan memperlihatkan ketidakramahan SPSP tersebut terhadap lingkungan. Hal ini terlihat dari perlakuan sampah tanpa adanya pengelolaan lebih lanjut (open dumping).
Atas dasar pemikiran tersebut maka studi untuk mengembangkan model
lingkungan pengelolaan sampah perkotaan (MLPSP) yang memperhatikan :
(1) aspek-aspek pengelolaan sampah perkotaan;
(2) hirarki pengelolaan sampah perkotaan serta sejalan dengan paradigma
sampah sebagai sumber daya.
(1) Dari berbagai
literatur tentang yang terkait dengan SPSP menjelaskan bahwa aspek-aspek yang
harus diperhatikan dalam suatu SPSP :
(2) Aspek Lingkungan
a.
Lingkungan Lokal
Jika
Sampah perkotaan tidak ditata dengan suatu SPSP yang baik maka dapat
menyebabkan gangguan seperti :
-
Gangguan kesehatan
-
Penanganan sampah yang tidak baik dapat menyebabkan timbunan sampah yang dapat menjadi sumber
kebakaran dan bahaya kesehatan yang
serius bagi anak-anak yang bermain di dekatnya,.
-
Dapat menutup saluran air sehingga meningkatkan masalah-masalah kesehatan yang berkaitan dengan banjir
dan tanah-tanah yang tergenang air.
-
Sebanyak 20% sampah yang dihasilkan dibuang ke badan air secara sembarangan dapat menyumbang sekitar
60% - 70% pencemaran sungai.
b.
Lingkungan Global
Setiap
produk yang dikonsumsi oleh penduduk bumi yang menghasilkan sampah perkotaan
memberikan kontribusi terhadap GRK .
2. Aspek Ekonomi
Aspek
ekonomi pengelolaan sampah perkotaaan sangat berkaitan erat dengan layanan jasa
yang harus diberikan sebagai akibat dari adanya aktivitas ekonomi, efektivitas
biaya sistem pengelolaan sampah perkotaan, dimensi makro-ekonomi dari
penggunaan sumber daya dan konservasi serta pendapatan yang diperoleh dari
layanan jasa yang diberikan .
dijabarkan sebagai berikut:
a. Penganggaran dan sistem akuntansi biaya
b. Mobilisasi sumber daya sebagai modal investasi
c. Biaya operasional
d. Pengurangan biaya dan kontrol
3. Aspek Teknis
Berkaitan
erat dengan perencanaan, pelaksanaan, perawatan, pengumpulan, sistem transfer,
pemulihan limbah, pembuangan akhir serta pengelolaan limbah berbahaya.
4. Aspek Sosial
5. Aspek Kelembagaan
6. Aspek Kebijakan
Solusi yang dapat di berikan terkait dengan
aspek-aspek pengelolaan sampah perkotaan :
1. Meningkatkan pengembangan dan produktivitas
ekonomi melalui ketetapan biaya dari jasa pengumpulan sampah yang efisien dan
sesuai dengan kemampuan membayar para konsumen.
2. Mewujudkan proses pengelolaan yang berwawasan
lingkungan dari produksi sampah yang dihasilkan.
3. Memastikan efektivitas manajemen pengelolaan
melalui dengan cara melakukan analisis biaya dan manfaat
4. Mendorong aktivitas meminimalisasi sampah,
konservasi materi, serta melakukan efisiensi ekonomi dengan cara menerapkan
prinsip "siapa membuang dia membayar".
5. Membersihkan sampah di jalan umum.
6. Mengumpulkan timbulan sampah dari sumbernya ke
Tempat Pembuangan Sementara (TPS).
7. Menyediakan Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
untuk pelayanan umum.
8. Mengangkut sampah dari Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
9. Menyediakan Tempat Pembuangan Akhir untuk
pemusnahan sampah.
10. Melakukan penyedotan, pengangkutan limbah
tinja manusia dari septictank ke Instalasi Pengelolaan Limbah Tinja (IPLT)
11. Merancang secara teknis fasilitas dan
peralatan sesuai dengan
karakteristik operasi, kinerja, pemeliharaan
sesuai dengan persyaratan yang
telah ditentukan diharapkan persyaratan serta
mengimbangkan biaya
perawatan.
12. Perhatian kepada pencegahan pemeliharaan,
perbaikan
dan ketersediaan suku cadang.
13. Rancangan fasilitas transfer dan peralatan
harus sesuai dengan karakteristik lokal dan kapasitas TPA yang tersedia.
Merancang Sistem pengumpulan untuk dapat mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
14. Sektor informal yang mendaur ulang sampah
harus didukung dengan mendesain SPSP yang dapat meningkatkan produktivitas
sektor tersebut. Keterlibatan pihak swasta untuk mengelola SP perkotaan juga
harus dipertimbangkan.
15. Metode pembuangan akhir di negara-negara
berkembang pada umumnya menggunakan TPA. Untuk meminimalisasi dampak lingkungan
maka pemilihan TPA harus dilakukan secara seksama serta didesain untuk dapat
beroperasi dengan baik.
16. Sumber bahan limbah berbahaya harus
teridentifikasi, terdaftar agar dapat dikelola dengan baik.
Teknologi Pengelolaan sampah berkembang sejalan
dengan perkembangan jenis sampah yang akan dikelola. Beberapa cara pengelolaan
akhir sampah yang dilakukan masyarakat adalah :
1.
Penimbunan
2.
Pengomposan
3.
Pembakaran
4.
Penghancuran
5.
Pemanfaatan Ulang
6.
Dumping
Dari piramida tersebut dapat diketahui bahwa untuk mengelolah sampah
padat dimulai dari : Pengurangan dari sumber merupakan level tertinggi (A) yang
diikuti oleh proses pemakaian kembali dan daur ulang. Setelah tahapan tersebut
tidak lagi memadai untuk menangani jumlah timbulan sampah yang ada maka proses
selanjutnya yang dapat dilakukan adalah proses Recovery Energy, sisa dari
hasil proses ini baru kemudian dilakukan proses penimbunan (landfilling) atau
pembakaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar