Kamis, 02 Mei 2013

MODEL LINGKUNGAN PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN (STUDI KASUS KOTA MEDAN)




TINJAUAN  TEORITIS

 Berdasarkan catatan sejarah, sistem pengelolaan sampah perkotaan (SPSP) pertama kali diperkenalkan di Athena-Yunani pada tahun 320 sebelum Masehi (SM), dimana pemerintah kota mengeluarkan aturan yang melarang masyarakat membuang sampah secara sembarangan. Pada masa itu juga telah dikembangkan suatu sistem sederhana yang mengharuskan para pemilik rumah membersihkan sampah yang ada di depan jalanan rumah mereka. Proses pembuangan akhir juga dilakukan secara sederhana yakni dengan cara menyediakan lokasi pembuangan akhir di luar pagar kota (Britannica, 2006).
Sebagai negara berkembang, perhatian Indonesia terhadap masalah lingkungan pada dasarnya telah cukup baik. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai aturan serta lembaga-lembaga yang kesemuanya bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan serta tercapainya pembangunan berkelanjutan.  Bahkan prosedur kerja dalam menjaga keberlanjutan lingkungan ini dituangkan kedalam satu pasal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), yakni pasal 1 ayat 2 (RI, 2009) yang menyebutkan bahwa : “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum”.

Khusus untuk pengelolaan persampahan, Pemerintah RI baru pada tahun 2008 menerbitkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).

PEMBAHASAN
Suatu studi yang dilakukan tentang SPSP di Indonesia memperlihatkan ketidakramahan SPSP tersebut terhadap lingkungan.
Hal ini terlihat dari perlakuan sampah tanpa adanya pengelolaan lebih lanjut (open dumping).
Kondisi TPA yang buruk dapat menimbulkan persoalan lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat di sekitar TPA. Persoalan lingkungan yang sering terjadi seperti pencemaran air (baik air permukaan maupun air tanah), pencemaran tanah, dan pencemaran udara.
Hal lain yang menarik untuk dicermati dari SPSP yang berlaku saat ini di Indonesia adalah adanya dua sektor yang terlibat dalam mengelola SP. Kedua sektor tersebut terdiri dari :
(1) sektor formal (SF) yang menjalankan SPSP. SF formal ini merupakan lembaga yang ditunjuk pemerintah kota untuk mengelola SP ;
(2) sektor informal (SI), yang selama ini dianggap berada di luar SPSP. SI ini terdiri para pemulung dan pengumpul sampah yang mencari nafkah dari komoditi sampah daur ulang (SDU
Hasil studi yang membuktikan bahwa SP dapat memberikan dampak secara global disebabkan karena dalam setiap tahapan proses produksinya :
(1) proses ekstrasi dan pengolahan bahan mentah ;
(2) proses pembuatan produk ;
(3) proses penggunaan oleh konsumen ;
(4) produk sampah, ternyata memberikan kontribusi terhadap pemanasan global melalui emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan pada setiap tahapan proses produksinya.
Dalam konteks pengelolaan sampah perkotaan di Kota Medan, selain pengelolaan akhir sampah yang masih dilakukan dengan metode pembuangan terbuka (open dumping) ternyata dari hasil penelitian terdahulu terdeskripsikan bahwa SPSP yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota Medan (DKKM) masih belum efisien dan efektif jika ditinjau secara komprehensif dari berbagai aspek pengelolaan sampah perkotaan (Rahman, 2004) .
Hasil penelitian tersebut menjelaskan :
(1) persepsi masyarakat terhadap tingkat layanan dan pengelolaan yang diberikan Dinas Kebersihan Kota Medan (DKKM) dalam menanggulangi sampah perkotaan masih tidak baik;
(2) prilaku masyarakat dalam mengelola sampah masih rendah serta
(3) terjadinya disparitas income yang cukup signifikan antara SF (DKKM) dengan SI (pemulung dan pengumpul sampah).

SOLUSI
Suatu studi yang dilakukan tentang SPSP (Sistem Pengelolaan Sampah Perkotaan) di Medan memperlihatkan ketidakramahan SPSP tersebut terhadap lingkungan.
Hal ini terlihat dari perlakuan sampah tanpa adanya pengelolaan lebih lanjut (open dumping).
Atas dasar pemikiran tersebut maka studi untuk mengembangkan model lingkungan pengelolaan sampah perkotaan (MLPSP) yang memperhatikan :
(1) aspek-aspek pengelolaan sampah perkotaan;
(2) hirarki pengelolaan sampah perkotaan serta sejalan dengan paradigma sampah sebagai sumber daya.


(1)   Dari berbagai literatur tentang yang terkait dengan SPSP menjelaskan bahwa aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam suatu SPSP  :
(2)   Aspek Lingkungan
            a. Lingkungan Lokal
            Jika Sampah perkotaan tidak ditata dengan suatu SPSP yang baik maka dapat menyebabkan gangguan seperti :
            - Gangguan kesehatan
            - Penanganan sampah yang tidak baik dapat menyebabkan timbunan           sampah yang dapat menjadi sumber kebakaran dan bahaya kesehatan      yang serius bagi anak-anak yang bermain di dekatnya,.
            - Dapat menutup saluran air sehingga meningkatkan masalah-masalah          kesehatan yang berkaitan dengan banjir dan tanah-tanah yang   tergenang air.
            - Sebanyak 20% sampah yang dihasilkan dibuang ke badan air secara          sembarangan dapat menyumbang sekitar 60% - 70% pencemaran sungai.
            b. Lingkungan Global
            Setiap produk yang dikonsumsi oleh penduduk bumi yang menghasilkan sampah perkotaan memberikan kontribusi terhadap GRK .

2. Aspek Ekonomi
            Aspek ekonomi pengelolaan sampah perkotaaan sangat berkaitan erat dengan layanan jasa yang harus diberikan sebagai akibat dari adanya aktivitas ekonomi, efektivitas biaya sistem pengelolaan sampah perkotaan, dimensi makro-ekonomi dari penggunaan sumber daya dan konservasi serta pendapatan yang diperoleh dari layanan jasa yang diberikan .
dijabarkan sebagai berikut:
a. Penganggaran dan sistem akuntansi biaya
b. Mobilisasi sumber daya sebagai modal investasi
c. Biaya operasional
d. Pengurangan biaya dan kontrol

3. Aspek Teknis
            Berkaitan erat dengan perencanaan, pelaksanaan, perawatan, pengumpulan, sistem transfer, pemulihan limbah, pembuangan akhir serta pengelolaan limbah berbahaya.
4. Aspek Sosial
5. Aspek Kelembagaan
6. Aspek Kebijakan

Solusi yang dapat di berikan terkait dengan aspek-aspek pengelolaan sampah perkotaan :
1. Meningkatkan pengembangan dan produktivitas ekonomi melalui ketetapan biaya dari jasa pengumpulan sampah yang efisien dan sesuai dengan kemampuan membayar para konsumen.
2. Mewujudkan proses pengelolaan yang berwawasan lingkungan dari produksi sampah yang dihasilkan.
3. Memastikan efektivitas manajemen pengelolaan melalui dengan cara melakukan analisis biaya dan manfaat
4. Mendorong aktivitas meminimalisasi sampah, konservasi materi, serta melakukan efisiensi ekonomi dengan cara menerapkan prinsip "siapa membuang dia membayar".
5. Membersihkan sampah di jalan umum.
6. Mengumpulkan timbulan sampah dari sumbernya ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS).
7. Menyediakan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) untuk pelayanan umum.
8. Mengangkut sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
9. Menyediakan Tempat Pembuangan Akhir untuk pemusnahan sampah.
10. Melakukan penyedotan, pengangkutan limbah tinja manusia dari septictank ke Instalasi Pengelolaan Limbah Tinja (IPLT)
11. Merancang secara teknis fasilitas dan peralatan sesuai dengan
karakteristik operasi, kinerja, pemeliharaan sesuai dengan persyaratan yang
telah ditentukan diharapkan persyaratan serta mengimbangkan biaya
perawatan.
12. Perhatian kepada pencegahan pemeliharaan, perbaikan
dan ketersediaan suku cadang.
13. Rancangan fasilitas transfer dan peralatan harus sesuai dengan karakteristik lokal dan kapasitas TPA yang tersedia. Merancang Sistem pengumpulan untuk dapat mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
14. Sektor informal yang mendaur ulang sampah harus didukung dengan mendesain SPSP yang dapat meningkatkan produktivitas sektor tersebut. Keterlibatan pihak swasta untuk mengelola SP perkotaan juga harus dipertimbangkan.
15. Metode pembuangan akhir di negara-negara berkembang pada umumnya menggunakan TPA. Untuk meminimalisasi dampak lingkungan maka pemilihan TPA harus dilakukan secara seksama serta didesain untuk dapat beroperasi dengan baik.
16. Sumber bahan limbah berbahaya harus teridentifikasi, terdaftar agar dapat dikelola dengan baik.

Teknologi Pengelolaan sampah berkembang sejalan dengan perkembangan jenis sampah yang akan dikelola. Beberapa cara pengelolaan akhir sampah yang dilakukan masyarakat adalah :
1.      Penimbunan
2.      Pengomposan
3.      Pembakaran
4.      Penghancuran
5.      Pemanfaatan Ulang
6.      Dumping

Dari piramida tersebut dapat diketahui bahwa untuk mengelolah sampah padat dimulai dari : Pengurangan dari sumber merupakan level tertinggi (A) yang diikuti oleh proses pemakaian kembali dan daur ulang. Setelah tahapan tersebut tidak lagi memadai untuk menangani jumlah timbulan sampah yang ada maka proses selanjutnya yang dapat dilakukan adalah proses Recovery Energy, sisa dari hasil proses ini baru kemudian dilakukan proses penimbunan (landfilling) atau pembakaran 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar