Sabtu, 13 April 2013

KEKELIRUAN PERTANIAN INDUSTRIAL


KEKELIRUAN PERTANIAN INDUSTRIAL

      Kondisi saat ini, sistem pertanian tradisional yang lebih mementingkan aspek kelestarian lingkungan sudah banyak ditinggalkan, digantikan dengan sistem pertanian industrial yang cenderung bersifat pragmatis, terlalu berorientasi kuantitas dan kurang memperhatikan aspek kontinuitas, sehingga  banyak menimbulkan masalah lingkungan. A.  Spesialisasi

      Sekarang ini, ahli-ahli pertanian dapat dikatakan bekerja sangat terfokuspada bidang ilmu dan lapangan kerjanya masing-masing. Setiap disiplin ilmu cenderung merasa puas dan bangga dengan objek kajiannya sendiri sehingga tidak mau peduli dengan disiplin ilmu yang lain. Dr. Peter Goering mencontohkan, seorang ahli pembuat pestisida hanya berpikir bagaimana menciptakannya terhadap jenis serangga bermanfaat (natural enemy of pest) serta efekresi pertanian cenderung mengejar target-target produktivitas hasil panen, tanpa memikirkan apakah hal itu juga akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani kecil.

B. Standarisasi

            Para ilmuan modern pada umumnya bertujuan mencari teori-teori dan hukum-hukum universal untuk memudahkan kehidupan manusia, dengan cara mengendalikan atau memanipulasi sumber daya alam. Di dalam perumusan hukum itu sendiri terdapat distorsi keilmuan dari model-model empiris ke model-model teoretis dengan cara menyederhanakan (simplifying) dan membakukan (standardizing) suatu objek kajian. Oleh karena itu, temuan dari kajian itu sendiri seringkali invalid dan menyimpang atau bias dari kondisi empiris, jika ansumsi standar tak terpenuhi. Sebagai contoh, peningkatan pemakaian pupuk nitrogen untuk merangsang pertumbuhan tanaman tidak serta-merta mampu mendongkrak produktivitas hasil panen tanpa totalitas dukungan dari varietas, kesuburan tanah, kecukupan air, agroklimat, dan imput kimia yang lain

C. Sentralisasi
            Setiap tahapan proses usaha tani, mulai dari penyuluhan atau pendidikan bagi petani, proses produksi, penanganan pascapanen, pemasaran, dan disribusi hasili-hasil pertanian masih banyak yang tersentralisir; dengan kebijakan intervensi pemerintahan yang sangat kuat. Petani menjadi sangat tergantung dan tidak berani berinisiatif membuat keputusan-keputusan secara mandiri untuk kemujuan usaha tani atau usaha diluar usaha tani. Padahal, dalam ketentuan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) dipersyaratkan agar para petani semakin mandiri atau tanpa subsidi harga input-input pertanian yang terus berlanjut akan tidak mendidik petani untuk mandiri, lebih boros, dan tidak kompetitif. Pengenaan pajak impor komoditas pertanian tidak mendorong petani untuk berproduksi secara efisien sehingga mampu menerobos pasaran dunia. Sebaliknya, kebanyakan petani kita hanya menjadi penonton, konsumen, atau bahkan korban era perdagangan bebas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar