KEKELIRUAN PERTANIAN INDUSTRIAL
Kondisi
saat ini, sistem pertanian tradisional yang lebih mementingkan aspek
kelestarian lingkungan sudah banyak ditinggalkan, digantikan dengan sistem
pertanian industrial yang cenderung bersifat pragmatis, terlalu berorientasi
kuantitas dan kurang memperhatikan aspek kontinuitas, sehingga banyak menimbulkan masalah lingkungan. A. Spesialisasi
Sekarang ini, ahli-ahli
pertanian dapat dikatakan bekerja sangat terfokuspada bidang ilmu dan lapangan
kerjanya masing-masing. Setiap disiplin ilmu cenderung merasa puas dan bangga
dengan objek kajiannya sendiri sehingga tidak mau peduli dengan disiplin ilmu
yang lain. Dr. Peter Goering mencontohkan, seorang ahli pembuat pestisida hanya
berpikir bagaimana menciptakannya terhadap jenis serangga bermanfaat (natural
enemy of pest) serta efekresi pertanian cenderung mengejar target-target
produktivitas hasil panen, tanpa memikirkan apakah hal itu juga akan
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani kecil.
B. Standarisasi
Para ilmuan modern pada umumnya
bertujuan mencari teori-teori dan hukum-hukum universal untuk memudahkan
kehidupan manusia, dengan cara mengendalikan atau memanipulasi sumber daya
alam. Di dalam perumusan hukum itu sendiri terdapat distorsi keilmuan dari model-model
empiris ke model-model teoretis dengan cara menyederhanakan (simplifying) dan
membakukan (standardizing) suatu objek kajian. Oleh karena itu, temuan dari
kajian itu sendiri seringkali invalid dan menyimpang atau bias dari kondisi
empiris, jika ansumsi standar tak terpenuhi. Sebagai contoh, peningkatan
pemakaian pupuk nitrogen untuk merangsang pertumbuhan tanaman tidak serta-merta
mampu mendongkrak produktivitas hasil panen tanpa totalitas dukungan dari
varietas, kesuburan tanah, kecukupan air, agroklimat, dan imput kimia yang lain
C. Sentralisasi
Setiap tahapan proses usaha tani,
mulai dari penyuluhan atau pendidikan bagi petani, proses produksi, penanganan
pascapanen, pemasaran, dan disribusi hasili-hasil pertanian masih banyak yang
tersentralisir; dengan kebijakan intervensi pemerintahan yang sangat kuat.
Petani menjadi sangat tergantung dan tidak berani berinisiatif membuat
keputusan-keputusan secara mandiri untuk kemujuan usaha tani atau usaha diluar
usaha tani. Padahal, dalam ketentuan GATT (General Agreement on Tariffs and
Trade) dipersyaratkan agar para petani semakin mandiri atau tanpa subsidi harga
input-input pertanian yang terus berlanjut akan tidak mendidik petani untuk
mandiri, lebih boros, dan tidak kompetitif. Pengenaan pajak impor komoditas
pertanian tidak mendorong petani untuk berproduksi secara efisien sehingga
mampu menerobos pasaran dunia. Sebaliknya, kebanyakan petani kita hanya menjadi
penonton, konsumen, atau bahkan korban era perdagangan bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar