Tekanan
terhadap ekosistem hutan di bagian utara Banten jauh lebih besar dibandingkan
bagian selatan. Bagian utara Banten yang meliputi Kota dan kabupaten Tangerang,
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon memiliki tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, sehingga
eksploitasi sumberdaya alam termasuk hutan, berlangsung cepat dan boros. Di
bagian selatan Banten, yang meliputi Kabupaten Lebak dan Pandeglang, kerusakan
hutan tidak separah di bagian utara. Namun eksploitasi terus berlangsung,
sebagai gambaran di kawasan hutan Gunung
Halimun dan Gunung Kendeng, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak yang berbatasan
dengan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, areal yang tertutup vegetasi hutan tinggal
75-80 persen, dengan kata lain 20-25 persen areal hutan sudah gundul.
Sementara
di perbatasan Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang, seperti di Gunung
Karang (meliputi perbatasan wilayah Kecamatan Ciomas, Keduhejo, Pandeglang dan
Cadasari) 60 persen areal hutan gundul dan di Gunung Aseupan (perbatasan
wilayah Kecamatan Menes, Mandalawangi, Jiput dan Padarincang) 45 persen gundul.
Sedangkan di kawasan hutan Gunung Pulosari, perbatasan antara Kecamatan
Mandalawangi dan Saketi, Kabupaten Pandeglang 65 persen gundul.
A. Eksploitasi Berlebihan
Keruskan
hutan juga terjadi di kawasan cagar alam Rawa Dano, Kecamatan Mancak Kabupaten
Serang. Sebagai akibat tekanan penduduk, perambahan dan pengelolaan lahan
ilegal di cagar alam seluas 2.500 hektar tersebut sangat berpengaruh terhadap
penurunan kualitas lingkungan, antara lain dengan melorotnya debit air dari
2.000 liter per detik menjadi hanya 200 liter per detik. Dampaknya berbagai
kawasan industri di Kota Cilegon mengalami krisis air. Secara umum eksplotasi
hutan menimbulkan terganggunya berbagai fungsi hutan yang sangat sulit untuk
dipulihkan kembali.
B. Multi Fungsi Hutan
Hutan
memiliki multi fungsi, mulai dari fungsi klimatologis, hidrologis, sosiologis,
biologis, dan ekonomis. Fungsi klimatologis hutan erat kaitannya dengan
unsur-unsur iklim seperti hujan, suhu, kelembaban, angin dan sinar matahari.
Seluruh hutan yang ada di Banten berperan sebagai 'paru-paru' seluruh ekosistem
Propinsi Banten. Gejala-gejala ekosistem yang 'sakit' antara lain, pemasukan
dan pengeluaran (siklus) air tidak terkendali, suhu dan kelembaban meningkat,
sinar matahari dan angin kurang
termanfaatkan dan tidak terarah. Sinar matahari yang mengenai pohon-pohonan
atau vegetasi hutan, maka energinya akan dimanfaatkan dalam proses
fotosintesis, sehingga terbentuk karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman,
termasuk untuk proses terbentuknya kayu. Selain itu, dalam proses fotosintesis,
gas karbondioksida (CO2) yang merupakan polutan di udara diserap
oleh daun pohon-pohonan, dan dari proses tersebut dikeluarkan oksigen (O2)
yang sangat dibutuhkan untuk pernafasan manusia. Hal inilah yang dimaksud bahwa
hutan di Banten merupakan paru-parunya ekosistem Banten, bahkan memiliki
kotribusi terhadap paru-paru Bumi.
C. Perlu Revitalisasi
Kondisi
dan berbagai fungsi hutan yang ada di Propinsi Banten perlu direvitalisasi, begitu pula kebijakan
dan strategi dalam manajemen hutan perlu diperbaiki. Upaya yang harus ditempuh
Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat, antara lain melalui penerapan teknik
silvikultur (perbaikan kualitas tegakan), pengelolaan aspek ekologi
(biodiversity), konservasi tanah dan air, pencegahan bahaya kebakaran hutan,
serta penelitian dan pengembangan (Litbang) kehutanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar